Jumat, 18 Mei 2012

Sumenep Madura

Hey hey ,,, 
Kampung halamanku adalah Sumenep tercinta, lucu banget kalau aQ tidak tau asal-usul berdirinya kota Sumenep sedangkan aQ adalah orang Sumenep.


SUMENEP

-->
Asal-UsuL Nama Sumenep
Sumenep adalah nama salah satu Kabupaten ysng berada di ujung paling Timur Pulau Madura, yang sekaligus merupakan salah satu Kadipaten yang paling berpengaruh atas lahirnya Kerajaan Majapahit. Tentu berdirinya kota ini tidak luput dari salah satu nama Tokoh yang sangat bijaksana “Arya Wiraraja”.

Sebutan kata Sumenep sampai saat ini masih terdapa perbedaan dalam memaknainya.dikalangan kelompok terpelajar dan tinggal disekitar Pusat Kabupaten Sumenep, umumnya menyebut dengan kata Sumenep. Sedangkan masyarakat yang tinggal dipedesaan menyebutnya dengan kata “Sungenep” . Mengingat sumber pararaton adalah sumber tertua yang mencantum kata Sungenep, makin menguatkan dugaan bahwa kata Sungenep dikenal atau lahir lebih awal dari pada sebutan kata Sumenep. Bukti-bukti yang mendukung antara lain :
a.       Sebutan Sungenep lebih banyak dipakai atau dikenal oleh sebagian penduduk Kabupaten Sumenep.
b.      Pengarang buku Sejarah dari Madura R. Werdisastro menggunakan istilah Sungenep seperti “Babad Sungenep”.
c.       Penyebutan nama Sumenep yang  muncul kemudian kurang populer di masyarakat pedesaan Sumenep (80% penduduk Sumenep tinggal di desa).
Perubahan Sungenep menjadi Sumenep
Perubahan dari Sungenep menjadi Sumenep terjadi pada masa penjajahan Belanda, permulaan abad XVII (1705). Belanda sudah memulai peran dalam menentukan politik kekuasaan pemerintahan di Madura termasuk Sumenep. Pada awal abad XVII Belanda mengubah kata Sungenep menjadi kata Sumenep, terbukti dengan adanya terbitan Belanda pada masa itu telah menggunakan sebutan nama Sumenep. Perubahan tersebut didasari oleh beberapa hal, yaitu :
a.       Menerut tata bahasa, hal ini dilakukan oleh Belanda untuk penyesuaian atau kemudahan dalam pengucapan agar lebih sesuai dengan aksen Belanda. Bagi mereka lebih mudah mengucapkan Sumenep daripada melafalkan Sungenep.
b.      Untuk menanamkan pengaruhnya, pihak Belanda merasa perlu mengadakan perubahan nama Sungenep menjadi Sumenep. Sebagai napa komparasi nama kata Jayakarta diubah menjadi Batavia, dll.
Nama Sumenep menjadi baku dikalangan pemerintahan, karena setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, nama Kabupaten ini disebut dengan nama Kabupaten sumenep.
-->
Arti Kata Sumenep
Dalam kenyataaanya menjadi jelas bahwa kata Sungenep  adalah nama asal masa kuno. Sungenep menurut Etimologis (asal-usul kata), yaitu :
a.       Song berarti relung, geronggang (bahasa Kaawi), Ennep berarti mengendap (tenang). Jadi, Sungenep berarti lembah bekas endapan yang tenang.
b.      Song berarti sejuk, rindang dan payung. Ennep berarti endapan (tenang). Jadi, Sungenep berarti lembah endapan yang sejuk dan rindang.
c.       Song berarti relung atau cekungan. Ennep berarti tenang. Jadi, Sungenep berarti lembah, cekungan yang tenang atau sama sebuah pelabuhan yang tenang.
Setelah menelaah sebutan Sungenep dari arti katanya (Etimologi). Beberapa pendapat yang berkembang di masyarakat Sumenep mengenai artian dari kata Sungenep :
1.      Songenep berasal dari kata Moso Ngenep
Moso dalam bahasa Madura adalah lawan atau musuh, Ngenep berarti bermalam. Jadi, Songenep berarti lawan atau musuh yang menginap atau bermalam. Cerita mengenai asal-usul nama Soengenep berdasarkan versi ini sangat populer di lingkungan masyarakat Sumenep. Cerita atau pendapat ini dihubungkan dengan peristiwa bersejarah di Sumenep pada tahun 1750, yaitu saat diserangnya dan didudukinya keraton Sumenep oleh Ke Lesap yang berhasil menaklukkan Sumenep dan selama1/2 bulan tinggal di keraton Sumenep. Karena peristiwa tersebut, maka dinamakan Moso Ngenep yang artinya musuh bermalam. Cerita ini tentunya tidak benar, sebab kitab Pararaton yang ditulis pada tahun 1475-1485 sudah menuliskan kata Songenep. Ini berarti nama Songenep sudah lahir sebelum Ke Lesap menyerang Sumenep.
2.      Songenep berasal dari kata Ingsun Nginep
Ingsun artinya saya, sedangkan Ngenep artinya bermalam. Jadi, Songennep artinya saya bermalam. Pendapat ini kurang populer dikalangan rakyat dibandingkan dengan versi lainnya. Ada orang yang menghubungkan peristiwa ini dengan kejadian 700 tahun yang lalu, yaitu ketika Raden Wijaya mengungsi ke Madura ketika dikejar-kejar Jayakatwang.
3.      Kemudian berkembang dikalangan masyarakat
Pendapa-pendapat kependekan kata Songenep, seperti kata Ngaso Nginep, Songenep berasal dari kata Lesso Nginep, Songenep berasal dari kata Napso Nginep. Pendapat ini hanya sekedar kata yang tidak didukung dengan peristiwa yang melatar belakanginya.
Asal-usul berdirinya Kabupaten Sumenep (Kadipaten Sumenep)
Saat itu diKadipaten Sumenep berada di bawah kekuasaan Singosari, dengan penguasa Raja Kartanegara. Dengan demikian Arya Wiraraja dilantik oleh Raja Kartanegara, sehingga sumber prasasti yang berhubungan dengan Raja Kartanegara dijadikan rujukan bagi penetapan Hari Kabupaten Sumenep. Sumber prasasti yang bisa dijadikan rujukan adalah prasasti-prasasti berikut ini :
a.       Prasasti Mua Manurung dari Raja Wisnuwardhana berangkat tahun 1255 M.
b.      Prasasti Kranggan (Sengguruh) dari Raja Kartanegara berangkat tahun 1356 M.
c.       Prasasti Pakis Wetan dari Raja Kartanegara berangkat tahun 1267 M.
d.      Prasasti Sarwadharma dari Raja Kartanegara berangkat tahun 1269 M.
Sedangkan sumber naskah (manuskrip) yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut tokoh Wiraraja, adalah manuskrip sebagai berikut :
a.       Naskah Nagakertagama karya Rakawi Prapanca pada tahun 1365 M.
b.      Naskah Pararaton ditulis ulang pada tahun 1631 M.
c.       Kidung Harsa Wijaya
d.      Kidung Ranggalawe
e.       Kidung Pamancangan
f.       Kidung Panji Wijayakramah
g.      Kidung Sorandaka 
Dari sumber sejarah tersebut, maka sumber sejarah prasasti Sarwadharma yang lengkapnya berangkat pada tahun 31 Oktober 1269 M, merupakan sejarah yang sangat signifikan dan jelas menyebutkan bahwa saaat itu raja Singosari yang berdaulat penuh dan berhak mengangkat seorang Adipati. Prasasti Sarwadharma dari Raja Kartanegara di Desa Penampihan Lereng Barat Gunung Wilis Kediri. Prasasti ini tidak lagi menyebutkan perkataan makamanggalya atau di bawah pengawasan. Artinya, saat itu Raja Kartanegara telah berkuasa penuh, dan tidak lagi di bawah pengawasan ayahandanya Raja Wisnuwardhana telah meninggal tahun 1268 M.
Prasasti Sarwadharma berisi penetapan daerah menjadi daerah Swatantra (berhak mengurus dirinya sendiri) dan lepas dari pengawasan wilayah Thani Bala (nama wilayah/daerah saat itu di Singosari). Sehingga Swatantra tersebut, yaitu daerah Sang Hyang Sarwadharma tidak lagi diwajibkan membayar bermacam-macam pajak, pungutan dan iuran.
Atas dasar fakta sejarah ini maka pelantikan Arya Wiraraja ditetapkan tanggal 31 Oktober 1269 M, dan peristiwa itu dijadikan rujukan yang sangat kuat untuk menetapkan Hari Jadi Kabupaten Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269 M, yang diperingati setiap tahun dengan berbagai macam peristiwa Seni Budaya seperti prosesi Arya Wiraraja dan Rekan Seni Budaya Hari Jadi Kabupaten Sumenep.
ADIPATI ARYA ADIKARA WIRARAJA
1. KERAJAAN SINGASARI
Ken Arok Sri Rangah Rajasa Shang Amurwabhumi, adalah Raja pertama Kerajaan Singasari yang sekaligus juga sebagai pendirinya. Di dalam kitab Pararaton diceriterakan bahwa Ken Arok adalah seorang anak yang diturunkan oleh para Dewa agar mampu mengendalikan Tanah Jawa yang pada waktu itu sudah mengalami era dekadensi moral, karena ketidak-harmonisan hubungan antara Prabu Kertajaya selaku Raja di Kediri dengan para Brahmana (kelompok Agama). Sehingga dikisahkan bahwa Ken Arok adalah titisan dari Dewa Brahma, atau dengan ceritera yang romantis dikisahkan bahwa Betara Brahma turun ke bumi serta menanamkan benih (janin) kepada seorang gadis desa yang kemudian terlahirlah Ken Arok, sebagai utusan Dewa.
Ken Arok sesungguhnya adalah putra Rakyan Ginantaka, juga cucu Rakyan Wirandhaka selaku Senapati Sarwajala Kerajaan Kediri di masa Pemerintahan Sri Maharaja Rakay I Hino Sri Aryeswara Madhusudhana Watarirajaya Kameswara, atau yang dikenal dengan nama Prabu Kameswara I. Rakyan Wirandhaka sendiri adalah putra Shri Bhupati Linggawesi Raja Pajajaran, yang juga keturunan ketiga dari Prabu Kudhalelean Maharaja Adhimulya Raja Pajajaran yang memerintah pada tahun 928 Masehi. Itupun merupakan suatu strategi yang diatur secara rapi oleh para penguasa di Pajajaran, dan merupakan politik ekspansi dengan cara menyelundupkan orang-orangnya di pusat pemerintahan kerajaan di Tanah Jawa bagian tengah dan timur.

Sang Rajasa Ken Arok, memerintah di kerajaan Singasari sejak tahun 1222 hingga tahun 1247. Dan dinastinya memerintah di Singasari hingga tahun 1292 masehi, selanjutnya diteruskan oleh generasi berikutnya menjadi raja di kerajaan Majapahit hingga tahun 1478 masehi.
2. SANG ARYA WIRARAJA
Banyak orang yang bertanya tentang keberadaan Arya Wiraraja, karena beliau bukan seorang raja mutlak hanya sebatas Adipati sehingga wajar bilamana silsilah keberadaanya kurang jelas. Tapi rupanya dimata ahli sejarah Arya Wiraraja mendapat tempat yang istimewa sehingga selalu tertulis dalam kitab-kitab kuno. Namanya tertera jelas termasuk dari mana dan siapa saja keturunannya, seperti yang digambarkan kitab-kitab Pararaton dan lain sebagainya.
Demung Nayapati. Demung Nayapati merupakan jabatan tinggi negara kala itu yang kedudukannya sangat dekat dengan raja. Kemudian setelah Prabu Whisnuwardhana diganti oleh putranya yang bernama Dandang Gendis bergelar Prabu Kertanegara, maka Arya Banyak Wide dipindahkan ke Madura timur yakni Songennep, sebagai Adipati atau yang setingkat Gubernur (sekarang). Hal tersebut dilakukan karena Sang Prabu melihat adanya hubungan mesra antara Banyak Wide dengan Mahisa Campaka yang nota bene adalah saudara sepupunya, sendiri dari keturunan Ken Arok dengan Ken Dedes. Hal mana akan dikhawatirkan kedudukannya sebagai raja akan tersaingi, apalagi Arya Banyak Wide orang yang cakap dalam strategi dan politik Pemerintahan.
Dikala Prabu Kertanegara mengadakan sidang mahkota, yang dihadiri oleh semua para pembesar kerajaan, diantaranya Demung Nayapati Arya Banyak Wide, Mpu Raganata, Panji Aragani, Kebo Anengah, Kebo Anabrang, Rakyan Tumenggung Wirakerti, Rakyan Rangga Mahisa Rangkah, dan lain-lain. Sang Prabu menuturkan keinginannya untuk memperluas daerah kekuasaannya hingga keluar tanah Jawa. Yang diincar pertama adalah kerajaan kerajaan Tribuwanaraja Maulimarwasewa dibawah pimpinan Prabu Darmasraya di Swarnadwipa (Sumatra). Lalu minta pendapat pada Arya Banyak Wide (Wiraraja) selaku pensehat politik pengatur strategi perang. Oleh Banyak Wide diberi pandangan agar hal tersebut perlu dipertimbangkan, karena paling utama adalah menunggu datangnya pembalasan dari negeri China, yang mana Sang Prabu pernah menghina tusan Khubilai Khan dengan memotong kupingnya karena tersinggung diminta untuk takluk kepada Kaisar China.
Dan bilamana penyerangan ke Swarnadwipa dilakukan, selayaknya harus mengirimkan telik sandi dahulu agar mengetahui kekuatan lawan. Rupanya saran dari Banyak Wide membuat Kertanegara tersinggung dan marah. Atas kemarannya tersebut maka secara halus disingkirkan atau dibuang ke Sumenep Maduda timur dengan alasan untuk memantau kedatangan armada China di laut Jawa. Tidak hanya Banyak Wide, para pembesar kerajaan yang mendukung pendapat Banyak Wide juga kena getahnya seperti Patih Mpu Raganata diganti oleh Panji Aragani sebagai Patih luar dan Kebo Anengah menjadi Patih dalam. Empu Raganata sendiri dijadikan ramadhyaksa (penasehat raja), Kebo Anabrang diangkat menjadi Senopati Agung. Rakyan Tumenggung Wirakerti dijadikan Menteri Anghabaya, Rakyan Rangga Mahisa Rangkah tidak diberi kedudukan.
Perlu diketahui bahwa urutan jabatan di Singhasari sebagai berikut: Patih, Demung Nayapati, Kanuruhan, Rangga, Adipati, Tumenggung, Manteri, Manteri Anghabaya (pembantu)
Atas kejadian tersebut maka Arya Banyak Wide dinohhaken / disingkirkan ke pulau Madura dan dijadikan Adipati di Sumenep, yang mana karena rasa marahnya Sang Prabu terhadapnya. Dalam kitab Pararaton diceriterakan bahwa dinohaken (disingkirkan) yang bunyinya antara lain :
Shri Ranggawuni atinggal putra lanang, aran Shri Kertanegara; sira Mahisacampaka atinggal putra lanang, aran radèn Wijaya. Siraji Kertanegara sira ajenneng prabu, abhisèka Siwabudha. Hana ta wongira, babatangira buyuting Nangka, aran Banyak Widè, sinungun pasenggahan arya Wiraraja, arupa tan kandel dènira, dinohaken, kinon adhipati ring Sungenneb, anger ing Madura wètan.
(Sri Ranggawuni meninggalkan seorang putra laki-laki bernama Sri Kertanagara; dan Mahisacampaka meninggalkan seorang putra laki-laki bernama Raden Wijaya. Sang Aji Kertanagara menjadi Raja Agung bergelar Betara Siwabudha. Ada salah seorang bawahannya yang menjadi penasehat dari dusun Nangka diberi nama Arya Wiraraja, yang dipercaya, kemudian disingkirkan dan dijadikan Adipati di Sumenep yakni Madura timur).
Kemudian diberi gelar Adipati Arya Wiraraja. tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1269 Masehi. Pengangkatan Arya Banyak Wide yang bergelar Arya Wiraraja, dengan dibekali dengan surat keputusan Prabu Kertanegara yang bunyinya sebagai berikut :

KAKANCÈNGAN
Ètèba’agi dha’ Banyak Widè, kaangguy ngastanè Adhipati, jumènnèng gun Songennep:
Sègeg toju’na parènta ”ÈKANAWA BUMI RAT” wulan kartika (kapat), tanggal lèma’ paro tengnga (pancami suklapaksa), waya (triwara), kaliwuan (pancawara), wrhaspati (kemmis, saptawara) Langkir, bintang Uttarasadha, Wismadèwata, Gandayoga, jam Wairayya, Barunaparwwèsa, Walawakarana, rasi Mrcchika.
Kalaban abakta pakon, dari SRI MAHARAJA DIRAJA KÈRTANÈGARA Rato Agung Singhasari, sè ètèba’agi dha’ babatangan buyut disa Nangka, Kèn Demung Banyak Widè, kaangguy ngastane Adhipati, jumenneng gun Songennep, kalaban ajuluk.
SANG ARYA WIRARAJA
Malar moga, sè Maha Agung Sanghyang Jagatnata, aparènga kabellasan ban pangaoban dha’ ka bumi ban magarsarèna.
Pusat Pemerintahan Arya Adipati Wiraraja terletak di Batuputih, sekarang merupakan ibukota kecamatan di kabupaten Sumenep. Letak geografis Batuputih kalau dilihat dari sektor ekonomi memang sangat tidak menguntungkan, tapi dari faktor situasi perang kala itu sangat strategis.
Sebab Batuputih merupakan tanah perbukitan yang tandus banyak bebatuan dan sangat sulit ditanami padi, karena sulitnya sumber air yang ada. Tentunya banyak masyarakat bertanya-tanya, kenapa Arya Wiraraja tidak menempatkan Pusat Pemerintahannya di daerah yang subur seperti Ganding, Guluk-guluk, Banasare atau daerah kabupaten Sumenep yang lain.
Adipati Arya Wiraraja menempatkan pusat pemerintahan tersebut di sebelah utara di sebuah bukit yang lebih menonjol dari daerah sekitarnya, merupakan suatu strategi agar dapat melihat dengan jelas ke laut Jawa. Pada saat itu kerajaan Kediri mendapat ancaman perang dari penguasa daratan China yakni Kaisar Khu Bhilai Khan dengan kekuatan tentara Tar-tarnya yang mencapai ratusan ribu prajurit, serta telah mempunyai pengalaman perang di belahan antero dunia. Karena Prabu Kertanegara telah menghina Mingkie utusan Kaisar Khu Bhilai Khan dengan memotong telinganya, disebabkan tersinggung atas surat Khu Bhilai Khan yang bernada melecehkan Kertanegara.
Dengan terlihatnya armada pasukan China di laut Jawa maka secara cepat Arya Wiraraja mengirimkan kurir ke pusat pemerintahan Singasari, agar mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengantisipasi serangan tentara Tar-tar. Di samping itu juga Arya Wiraraja mempersiapkan pasukannya untuk memberi bantuan bilamana sudah terjadi peperangan antara kedua belah pihak, dengan menghantam dari belakang setelah pasukan China berada disekitar utara kerajaan Singasari.
3. BERAKHIRNYA KERAJAAN SINGASARI
Sebagaimana telah diketahui bahwa politik Kertanegara ditujukan pada pembentukan suatu negara besar dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di wilayah Nusantara, agar dapat menyusun persatuan yang cukup kuat untuk mempertahakan diri terhadap ekspansi dari luar terutama dari daratan China.
Dengan demikian Prabu Kertanegara menjalin hubungan dengan kerajaan Bali, Pamalayu (Sumatera), Borneo (Kalimantan), Tumasik (Singapura), Champa (Kamboja) dan lain sebagainya. Rencana yang akan mempersatukan Nusantara gagal tidak bisa dilaksanakan bukan karena adanya ancaman perang dengan Kekaisaran daratan China, tetapi dikarenakan adanya serangan dari pihak dalam sendiri. Yaitu serangan yang dilakukan oleh Adipati Jayakatwang yang penuh ambisi untuk menguasai pulau Jawa, juga karena balas dendam kepada keturunan Ken Arok Sri Rajasa. Pada tujuh puluh tahun yang lalu Prabu Kertajaya Raja Kediri selaku kakek buyut dari Jayakatwang ditaklukkan oleh Ken Arok Sri Rajasa juga kakek buyut Kertanegara, dengan berdirinya kerajaan Singasari.
Memang sebelumnya telah diketahui oleh Prabu Kertanegara bahwa keberadaan Adipati Jayakatwang akan membahayakan kedudukan dirinya, karena dendam turunan yang tidak mudah untuk dihilangkan. Yang tidak menutup kemungkinan pada suatu saat akan menghantam dari belakang, namun hal itu agak dikesampingkan karena ambisi mempersatukan Nusantara jauh lebih besar. Untuk mengantisipasi gejolak dendam Jayakarwang maka dikawinkan dengan adik Kertanegara bernama Turuk Bali. Disamping itu Tribuwana putri kedua Kertanegara dikawinkan dengan Arya Ardharaja putra Jayakatwang. Yang seakan tidak mungkin akan terjadi balas dendam keturunan karena masih ada hubungan ipar dan besan.
Perlu diketahui bahwasanya Arya Wiraraja berteman dengan Jayakatwang dan sering berhubungan. Adanya kemauan Jayakatwang yang akan balas dendam kepada Prabu Kertanegara dan akan menghancurkan Singasari, tercium oleh Arya Wiraraja. Apalagi usulan Arya Wiraraja pernah ditolak dan dirinya disingkirkan ke Sumenep oleh Prabu Kertanegara, sehingga dirinya merasa disisihkan. Karena Arya Wiraraja memang ahli strategi politik dan mahir dalam strategi perang. Maka dengan adanya kekosongan pasukan di Singasari dengan pengiriman bala tentara perangnya ke Swarnadwipa (Sumatera) dibawah pmpinan Kebo Anabrang, menjadi suatu peluang yang baik untuk melancarkan serangan bagi Jayakatwang.
Dengan demikian maka Arya Wiraraja mengirimkan surat kepada Jayakatwang yang diantarkan oleh putranya yang bernama Arya Wirondaya. Isi suratnya menurut Serat Pararaton sebagai berikut :
” Sang Nata amba tur wikan, yen paduka karsa ambereg lit nguni, mring pategalan lawas, prayogine linakyan samangkin, mumpung nuju ing mansa prayoga, tan na walang salisike, tan woten bajulipun, sima sepen banthengira wis, eri tanapi sarpa, tanana sadarum, wonten uga samanira, mung sayuga nanging wus ompong tan nggigit, mung mataken turira ”
” Paduka Raja, hamba memberi tahu, kalau paduka bermaksud berburu seperti dulu ke peladangan lama, sebaiknya dilaksanakan sekarang saja. Disaat waktunya baik. Tak ada belalang seekorpun, tak ada buayanya. Macanpun sepi, bantengnya hilang. Baik duri maupun ular tak ada. Memang ada singanya seekor dan itupun sudah ompong tak akan menggigit. Hanya itulah pesan hamba.”
Dikala Wirondaya putra Arya Wiraraja menghadap Jayakatwang di Daha, terjadilah dialog antara keduanya. Arya Wirondaya mengatakan bahwa ayahnya sakit hati pada sikap Prabu Kertanegara, yang dalam kidung Harsawijaya disebutkan ” ......tan trepi rehing nagari arawat-rawat kewuh” dengan demikian maka Jayakatwang yakin bahwa Arya Wiraraja tidak akan mengirimkan bala pasukannya untuk membantu Prabu Kertanegara. Hal mana merupakan peluang yang sangat besar untuk melumpuhkan Singasari. Yang ada di Keraton saat itu hanya Empu Raganata yang sudah tua seperti dikatakan dalam surat Arya Wiraraja ” .............. wonten uga samanira, mung sayuga nanging wus ompong tan nggigit.” (Memang ada singanya seekor dan itupun sudah ompong tak akan menggigit, yang disebut macan ompong adalah Empu Raganata karena susad tua).
Setelah diketahui oleh Jayakatwang bahwa Prabu Kertanegara kala itu sedang lengah pada situasi keamanan dalam negeri, karena mempersiapkan pasukannya untuk menunggu serangan dari armada China (Kaisar Kubilai Khan), selain sebagian besar bala tentara Kediri dikirim kepantai pesisir utara Pulau Jawa, juga ada di luar Pulau Jawa untuk menjaga kerajaan taklukannya. Apalagi dikuatkan oleh surat dari Arya Wiraraja sebagai kawannya yang telah menjadi Adipati di Sumenep. Dengan demikian surat tersebut merupakan suatu masukan yang sangat bagus. Dan juga sudah ada kepastian bahwa Adipati Sumenep tersebut tidak akan ikut berperang atau tidak mengirimkan untuk membantu Prabu Kertanegara melawan Jayakatwang. Hal mana merupakan kesempatan yang baik untuk merebut kembali negara yang dulu telah direnut oleh Ken Arok dari tangan buyutnya Pranu Kertajaya.

Penyerbuan Jayakatwang mulai bergerak melakukan penyerangan dengan strategi pasukan perangnya dipecah menjadi dua, sebagian menyerang melalui sebelah utara Singasari atau dataran rendah Malang, dipimpin oleh Jaran Guyang. Dan yang sebagian lagi melalui sebelah selatan yang dipimpin oleh Patih Kebo Mundarang. Dengan demikian pasukan Singasari menyambut di Kedung Peluk untuk memukul mundur serangan yang dari utara tersebut. Pasukan Jayakatwang dipukul habis-habisan sehingga banyak yang gugur dan melarikan diri, tapi terus dikejar sampai di desa Lemah Batang dan Kapulungan. Kemudian pasukan Jayakatwang dipukul mundur lagi dan lari ke desa Rabutcarat, di sana bertemu dengan pasukan yang sebagiannya, yang memang sengaja dipersiapkan sebagai bantuan yang diletakkan di desa Hanyiru untuk menghantam dari sebelah Timur. Selanjutnya terjadilah pertempuran hebat sehingga pasukan Singasari yang dipimpin oleh Raden Ardharaja kewalahan dan mundur ke desa Kapulungan, di sana mulailah mengatur siasat. Raden Ardharaja yang berbalik haluan, yang tadinya berdiri di pihak mertuanya sekarang berputar arah membantu Ayahandanya dan bergabung dengan pasukan Daha. Penyerangan mulai dipersiapkan lagi dan ditambah persiapan pasukan yang ada di desa Kurawan dan Kembangsari, sedangkan pasukan Singasari dipimpin oleh Raden Wijaya dengan kekuatan yang sudah berkurang. Disamping banyak yang gugur dan sebagian lagi dibawa oleh Arya Ardharaja yang bergabung dengan pasukan Ayahandanya.
Meskipun Raden Wijaya berjuang bersama pasukannya yang gagah berani, sangat tidak mungkin baginya untuk memenangkan pertempuran dengan kondisi pasukan yang sangat minim. Penghianatan Arya Ardharaja sangat berpengaruh pada peta kekuatan Raden Wijaya. Maka semangat pasukan Raden Wijaya menjadi surut dan kemudian memilih mundur bersama kedua belas pengikutnya yang masih setia, antara lain : 1. Lembusora, 2. Gajah pagon, 3. Medang Dangdi, 4. Mahisa Wagal, 5. Nambi, 6. Banyak Kapuk, 7. Kebo Kapetengan, 8. Wirota, 9. Wiragapati, dan 10. Pamandana. Menurut kitab Negarakartagama para pengikut Raden Wijaya adalah Banyak Kapuk, Ranggalawe, Pedang, Lembusora, Dangdi dan Gajah Pagon.
Dengan mundurnya Raden Wijaya beserta sisa-sisa pasukannya, maka kemenangan berada di pihak pasukan Daha yang dipimpin oleh Adipati Jayakatwang. Mereka dengan mudahnya memasuki pusat kerajaan Singasari, kemudian Prabu Kertanegara dibunuh oleh Jayakatwang, dalam keadaan mabuk minuman keras seperti tuak dan sebagainya. Dan selanjutnya pusat kerajaan atau keraton Singasari dihancurkan, kemudian pusat pemerintahan dipindah ke Kediri, dan dikendalikan oleh Jayakatwang pada tahun 1292.
Kala itu Raden Wijaya dengan prajuritnya yang sedang menyerang ke arah utara. Mendengar Prabu Kertanegara gugur, lalu akan kembali ke istana Singasari, untuk menghacurkan musuh disana. Tapi terdesak oleh prajurit Daha yang sangat banyak, sehingga terdesak mundur. Dan kembali ke utara kemudian dikejar oleh patih Kebo Mundarang, sampai di Buntak mereka ketemu, melihat pasukan lawannya tinggal sedikit Kebo Mundarang lalu mengejar Raden Wijaya. Raden Wijaya lari ketengah sawah dan terus dikejar oleh Kebo Mundarang, begitu jaraknya sudah dekat maka Raden Wijaya membanting singkal bajak tepat didepan Kebo Mundarang. Hingga lumpur sawah muncrat dan kena muka Kebo Mundarang, matanya dimasuki lumpur, badannya terhuyung-huymg lalu mundur ke belakang.
Melihat Kebo Mundarang mundur, Raden Wijaya lari bersama pengikutnya, setelah jauh maka mereka berkumpul. Lembusora, Ranggalawe, Pedang Gajah dan Dangdi diberi celana geringsing oleh Raden Wijaya. Kemudian mereka kembali memapak pasukan Daha yang masih mengejar, Lembusora mengamuk menerjang musuh hingga banyak yang mati. Setelah merasa payah lalu mundur sejenak, Raden Wijaya menggantikan posisi Lembusora, mengamuk sekuat tenaga, hingga musuh banyak yang mati. Setelah malam lalu mereka menjauh cari peristirahatan. Pada malam hari ketika para prajurit musuh tertidur, Raden Wijaya mendatagi mereka lalu dubantai sekuat tenaga, hingga banyak yang mati. Yang terbangun merasa bingung saling tusuk dengan kawannya sendiri dan ada pula yang melarikan diri pontang panting.
Tribuwanatunggadewi adalah permaisuri Raden Wijaya putri Prabu Kertanegara kena tawan musuh. Raden Wijaya mengajak Ranggalawe untuk mesuk ke benteng musuh merebut sang istri dari tangan musuh. Ditengah malam Raden Wijaya mendekat kesarang musuh yang sedang membuat api unggun, maka tampaklah Dewi Tribuwanatunggadewi bersama Dewi Gayatri bersama ditengah mereka. Raden Wijaya bersama Lembusora menerobos pertahanan musuh, mengamuk sekuat tenaga hingga banyak yang tewas. Kemudian Dewi Tribuwanatunggadewi cepat direbut lalu dilarikan menuju arah perkemahannya sendiri. Tapi Dewi Gayatri tertinggal, karena dikala ribut bersembunyi dan masuk kedalam perkemahan. Tak lama kemudian Raden Wijaya mengajak Lembusora untuk kembali lagi merebut Dewi Gayatri, tapi ditahan olenya agar tidak kembali, mengingat musuh sangat banyak. Dan kalau dipaksakan nanti bagaikan laron masuk kedalam kobaran api kata Lembusora, raden Wijaya menurut.
Kemudian Raden Wijaya dengan pengikut setianya menjauh dari perkemahan musuh kearah utara. Keesokan harinya dikejar lagi oleh pasukan Daha, sampai di telaga Pager terjadilah pertempuran lagi. Pasukan Raden Wijaya sambil lari ke utara juga sambil mempertahankan diri terhadap serangan lawan. Karena barisan musuh lebih banyak maka Gajah Pagon kena tombak betisnya dan luka tembus. Setelah musuh agak menurunkan pegendorkan penyerangannya, maka Raden Wijaya bersama pengikutnya kembali ke dusun Telaga Pager. Selanjutnya menyusup kehutan yang sangat lebat, ditelah hutan mereka berunding untuk melakukan langkah selanjutnya. Dan Lembusora mengusulkan kepada Raden Wijaya untuk mengungsi ke Madura yakni pada kadipatennya Arya Wiraraja di Sumenep. Rupanya usul masih menjadi pertanyaan bagi Raden Wijaya, apakah kira-kira Arya Wiraraja mau menerima mereka. Secara bersamaan Ranggalawe, Lembusora dan nambi mengatakan bahwa Arya Wiraraja tidak akan melupakan jasa baik leluhur dari Raden Wijaya, dan pasti akan menerima kedatangannya.
Akhirnya usulan tersebut disetujui, dan berangkatlah rombongan kecil tersebut menuju desa Kudadu yang kepala dusunya adalah Macan Kuping. Sesampainya di Kudadu Raden Wijaya diberi kelapa muda oleh Macan Kuping untuk penawar haus. Setelah diminum airnya maka kelapa muda tersebut dibelah menjadi dua, dan ternyata berisi nasi putih bersih. Para pengikut Raden Wijaya sangat heran dengan kejadian tersebut, karena sebelumnya tak pernah menyaksikan keanehan tersebut. Setelah nasi dimakan bersama lalu istirahat sebentar, kemudian Raden Wijaya melanjutkan perjalanannya, serta menitipkan Gajah Pagon yang sedang terluka parah di betisnya. Oleh Macan Kuping lalu Gajah Pagon dideri tempat ditengah ladang ilalang yang dibuatkan dangau, agar tidak diketahui oleh prajurit Daha. Setiap hari dirawat serta diantakan makanan. Pada malam harinya Raden Wijaya bersama rombongannya berangkat meuju desa Datar. Dari sama mereka mencari perahu untuk melanjutkan perjalannya.

ARTI LAMBANG
Bentuk Lambang
Berbentuk "PERISAI" dengan mempunyai 5 (lima) sudut. Makna Perisai melambangakan senantiasa kesiapsediaan dan keberanian masyarakat dan daerah tingkat II Sumenep untuk mempertahankan diri dari setiap gangguan kedzoliman serta mempertahankan keunggulan dan kemakmuran daerah.
Makna dan Kemakmuran daerah
Makna dari 5 (lima) sudut perisai melambangkan dasar yang akan ditaati dan akan dipertahankan oleh masyarakat daerah tingkat II Sumenep, ialah falsafah dasar Negara Kita Pancasila. Karena itu maka sudut 5 (lima) yang melingkari dan merupakan bentuk dari perisai tersebut.
Versiering isi perisai :
Terdapat gambar KUDA BERSAYAP yang berwarna kuning emas, diambil dari lambang kepahlawanan terkenal di daerah tingkat II Sumenep yang ada hubungannya dengan cerita kuno yaitu kuda Skati dari Pahlawan Putra Sumenep DJOKO TOLE (Aria Panole) dengan lukisan kuda itu melambangkan jiwa keberanian dan patriotisme mesyarakat daerah Tingkat II Sumenep, dan sayap dari kuda itu melambangkan jiwa penuh dinamika. Sedang warna kuning melambangkan dasar mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa yang menyoroti setiap gerak dan usaha Daerah Tingkat II Sumenep. Selaras pula dengan dasar pertama dari Pancasila. Selain gambar lukisan kuda bersayap berwarna kuning emas tersebut, ditetapkan pula adanya PITA yang berisikan tulisan SUMEKAR (Nama Sumenep diwaktu jaman nenek moyang kita).
Makna dari kata Sumekar itu ialah senantiasa berkembang (mekar) yang sesuai sekali dengan perkembangan revolusi nasional kita yang terus berkembang "in the rising deman" mencapai terwujudnya cita-cita Pancasila amanat penderitaan rakyat yang terkenal dengan SOSIALISME INDONESIA.
Sikap dan bentuk Kuda :
Ditetapkan dalam keadaan beraksi menentang, kepalanya sedikit tunduk menoleh ke kiri (gigih, bahasa Madura "nyoronteng"). Sayap kuda berdiri tegak sesuai dengan keadaan kuda yang siap sedia mengemban amanat Penderitaan Rakyat Daerah Tingkat II Sumenep. Bulu ekor kuda keriting 8, mengingatkan kita pada tahun 1945 dan keritingan dari bulu-bulu itu kita harus bersatu.
Pita di dalam :
Pita dalam perisai ditetapkan berwarna dasar putih dan tulisan dengan warna dasar berwarna merah, melambangkan SANG MERAH PUTIH bendera kita Negara Republik Indonesia.

Dasar Hijau dari :
Warna hijau ialah berarti yang akan datang (harapan) terhadap cita-cita yang diperjuangkan.
Warna Hitam :
Sebagai batas tertentu yang melingkari perisai dengan arti dari lingkaran termaksud menyatukan cita-cita.
  -->
Daftar Raja yang pernah memerintah di Sumenep
-->
 
NO
NAMA
TEMPAT KERATON
TAHUN
KETERANGAN
1.
Aria Banyak Wedi
( Aria Wiraraja )
Batuputih
1269-1292
Otak pendiri Ker. Majapahit
2.
Ario Bangah( Wiraraja )
Banasare
1292-1301

3.
Ario Danurwendo
( Lembu Sarenggono )
Aeng Anyar
1301-1311

4.
Ario Assrapati

1311-1319

5.
Panembahan Joharsari
Bluto
1319-1331

6.
Panembahan Mandaraga
( R. Piturut )
Keles
1331-1339

7.
P. Bukabu Wotoprojo
Bukabu
1339-1348

8.
P. Baragung Notoningrat
Baragung
1348-1358

9.
R. Agung Rawit
( Secodiningrat I )
Banasare
1358-1366

10.
Tumenggung Gajah Pramono
( Secodiningrat II )
Banasare
1366-1386

11.
Panembahan Blongi
( Aryo Pulang Jiwo )
Bolingi / Poday
1386-1399

12.
Pangeran Adipoday
(Ario Baribin )
Nyamplong / Poday
1399-1415

13.
Pangeran Jokotole( P. Secodiningrat III )
Banasare
1415-1460
Pendiri Benteng Kalimo'okmelawan orang-orang Bali . Awang pendiri pintuGerbang Ker. Majapahit
14.
R. Wigonando
( P. Secodiningrat IV )
Gapura
1460-1502
 
15.
P. Siding Purih
( P. Secodingrat V )
Parsanga
1502-1559
Patoh Takundur
16.
RT. Kanduruwan
Karang Sabu
1559-1562

17.
P. Wetan dan P Lor
 
1562-1567

18.
R. Keduk ( P. Keduk II )
 
1567-1574

19.
R. Rajasa ( P. Lor II )

1574-1589

20.
R. Abdullah( P. Cokronegoro I )
Karang Toroy
1589-1626

21.
P. Anggadipa
Karang Toroy
1626-1644

22.
Tumenggung JaingPatih dari Sampang
Karang Toroy
1644-1648

23.
R. Bugan
( Tumenggung Yudonegoro )
Karang Toroy
1648-1672

24.
P.T. Pulang Jiwo dan P. Sepuh
Karang Toroy
1672-1678

25.
P. Romo
( P. Cokronegoro II )
Karang Toroy
1678-1709

26.
RT. Wiromenggolo( Purwonegoro )
Karang Toroy
1709-1721

27.
R. Ahmat alias P. Jimat
( T. Aryo Cokronegoro III )
Karang Toroy
1721-1744

28.
R. Alza Alias P. Lolos
Karang Toroy
1744-1749
Lolos dalam penyergapan K. Lesap
29.
K. Lesap
Karang Toroy
1749-1750
Pimpinan sementara diserahkan T. Tirtonegoro
30.
R. Ayu Tirtonegoro
R. Rasmana & Bindara Saod
Pajagalan
1750-1762
Pemerintahan diserahkanpada suaminya
31.
Panembahan Sumolo Asiru
Pajagalan
1762-1811
Pendiri Masjid Jamik
32.
Sri Sultan Abdurrahman
( Pakunataningrat I )
Pajagalan
1811-1854
Kerajaan Sumenep
33.
Panembahan Moh. Saleh
( Notokusumo II )
Pajagalan
1854-1879

34.
P. Mangkudiningrat
( P. Pakunataningrat II )
Pajagalan
1879-1901

35.
P. Ario Prataningkusumo
Pajagalan
1901-1926

36.
RP. Ario Prabuwinoto
Pajagalan
1926-1929

 
 
 
-->
Dikutip dari http://www.sumenep.go.id

Semoga bermanfaat. Amien .... 
Don't for get untuk mampir di http://meabisnis.com/?id=inUnk

0 komentar:

Posting Komentar